Pengertian Perjanjian
1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan
formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari
persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk
timbulnya akibat hukum demi
kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi
kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik
rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai
tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi
pembayaran dimuka).
Macam-Macam Perjanjian
1. Perjanjian dengan cuma-cuma dan perjanjian
dengan beban.
2. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal
balik.
3. Perjanjian konsensuil, formal dan, riil.
4. Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran.
Syarat Sahnya Perjanjian
1. Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum
Perdata
Sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
a. Sepakat untuk mengikatkan diri.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
c. Suatu hal tertentu.
d. Sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang
disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan
syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan
hukum yang dilakukan.
Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian,
artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan
kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu
mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan
mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat
pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara
sepihak saja.
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah
satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang
dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran
tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat
diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak
kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
4. Terlibat hukum.
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau
wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar