Hukum pertada yang berlaku Di Indonesia
Salah satu bidang
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan
hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan
pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Ada beberapa sistem
hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga
mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu
sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya
Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem
hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada
masa penjajahan.
Bahkan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak
lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal
dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan
wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang
saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum
perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis
dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat
KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
* Buku I tentang
Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang
mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara
lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran,
kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus
untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak
berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
* Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
* Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
* Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
* Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
* Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
* Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Karena Belanda pernah
menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku
pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang
susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di
Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud
Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum
dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping
telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann
sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi
tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C.
Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke
negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti
oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837,
Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi
dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia
tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai
Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr.
J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil
mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt.
Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia.
Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui
Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia
Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia
Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab
Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN
PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara
dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah
di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata
barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek
dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya
& sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan,
Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun
1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan
bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari
Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula dari benua
Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping
adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata
Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh
karena itu hukum di di Eropa tidak terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana
tiap-tiap daerah memiliki peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap
daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya
perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang menunjang,
sehingga orang mencari jalan untuk
kepastian hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804batas
prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang
bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut “Code Napoleon”.
Dan mengenai
peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi anatar lain masalah
wessel, assuransi, dan badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman
baru pada sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab undang-undang
tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan degan adanya
penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon
menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang
isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk
dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhirnya
penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811,
Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda
(Nederland).
Oleh karena
perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland)
dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi
dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan
terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboekvan koophandle) ini adalah
produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan
Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun
1948,kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di
Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai saat ini kita
kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH
Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum
Perdata menurut ilmu pengetahuan dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.
Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak
dan kewajiban (subyek hukum),tentang
umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat
tinggal(domisili)dan sebagainya.
2.
Hukum Keluarga (familierecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan
keluarga / kekeluargaan seperti
perkawinan, perceraian, hubungan orang tua dan anak, perwalian,
curatele, dan sebagainya.
3.
Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta
kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai
dan sebagainya.
4.
Hukum Waris(erfrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang
telah meninggal dunia,dengan perkataan
lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang
meninggal dunia kepada orang yang masih
hidup.
Perkembangan pembagian hukum pertada
Pada mulanya zaman
Romawi secara garis besar terdapat 2 kelompok pembagian hukum,yaitu:
Hukum Publik Adalah
hukum yang menitikberatkan kepada perlindungan hukum,yang diaturnya adalah
hubungan antara negara dan masyarakat.
Hukum Privat Adalah
kumpulan hukum yang menitikberatkan pada kepentingan individu. Hukum Privat ini
biasa disebut Hukum Perdata atau Hukum Sipil.
Pada perkembangannya
Hukum Perdata/Privat ada 2 pengertian:
1) Hukum Perdata dalam arti luas yaitu:
Hukum Perdata yang termuat dalam
KUHS/Burgerlijk Wetboek/BW ditambah dengan hukum yang
termuat dalam KUHD/WvK(Wetboek van
Koophandel)
2) Hukum Perdata dalam
arti sempit,yaitu Hukum Perdata yang termuat dalam KUHS itu sendiri.
Hukum Perdata di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok:
1. Hukum Perdata Adat:
Berlaku untuk sekelompok adat
2. Hukum Perdata Barat:
Berlaku untuk sekelompok orang Eropa
dan Timur Asing
3. Hukum Perdata Nasional:
Berlaku untuk setiap orang,masyarakat
yang ada di Indonesia
Berdasarkan realita
yang ada,masih secara formal ketentuan Hukum Perdata Adat masih berlaku(misalnya Hukum Waris) disamping
Hukum Perdata Barat.
Unifikasi Hukum
Perdata:Penseragaman hukum atau penyatuan suatu hukum untuk diberlakukan bagi
seluruh bangsa di seluruh wilayah negara Indonesia.
Pengertian dan keadaan hukum pertada di Indonesia
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum
yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Untuk hukum privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan hukum sipil, tetapi oleh Karena perkataan sipiil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan hukum Privat materiil ( Hukum Perdata Materiil ).
Dan pengertian dari Hukum Perdata ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan seseuatu pihak secara timbale balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping hukum privat materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP ( Hukum Acara Perdata ) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia.
Mengenai keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakana masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1. factor ethnis disebabkan keaneka ragaman hukum adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari beberapa suku bangsa.
2. factor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
• golongan eropa dan yang dipersamakan.
• Golongan bumi putera ( pribumi / bangsa Indonesia asli ) dan yang dipersamakan.
• Golongan timur asing ( bangsa cina, India, arab ).
Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas .
Adapun hukum yang diperlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
• Bagi golongan eropa dan yang dipersamakan berlaku huku perdata dan hukum dagang barat yang diselenggarakan dengan hukum perdata dan hukum dagang di negara belanda berdasarkan azas konkordinasi.
• Bagi golongan bumi putera dan yang dipersamakan berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari hukum adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
• Bagi golongan timur asing berlaku hukum masing-masing , dengan catatan bahwa golongan bumi putera dan timur asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada hukum eropa barat baik secara keseluruhan maupun untuk macam tindakan hukum tertentu saja.
Peraturan – peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
• Ordonansi perkawinan bangsa Indonesia Kristen ( staatsblad 1933 bno 7.4 ).
• Organisasi tentang maskapai andil Indonesia ( IMA ) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717.
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara , yaitu :
• Undang-undang hak pengarang ( auteurswet tahun 1912 ).
• Peraturan umum tentang koperasi ( saatsblad 1933 no 108 ).
• Ordonansi woeker ( saatsblad 1938 no 523 ).
• Ordonansi tentang pengangkutan di udara ( staatsblad 1938 no 98 )
Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Untuk hukum privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan hukum sipil, tetapi oleh Karena perkataan sipiil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan hukum Privat materiil ( Hukum Perdata Materiil ).
Dan pengertian dari Hukum Perdata ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan seseuatu pihak secara timbale balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping hukum privat materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP ( Hukum Acara Perdata ) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia.
Mengenai keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakana masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1. factor ethnis disebabkan keaneka ragaman hukum adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari beberapa suku bangsa.
2. factor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
• golongan eropa dan yang dipersamakan.
• Golongan bumi putera ( pribumi / bangsa Indonesia asli ) dan yang dipersamakan.
• Golongan timur asing ( bangsa cina, India, arab ).
Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas .
Adapun hukum yang diperlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
• Bagi golongan eropa dan yang dipersamakan berlaku huku perdata dan hukum dagang barat yang diselenggarakan dengan hukum perdata dan hukum dagang di negara belanda berdasarkan azas konkordinasi.
• Bagi golongan bumi putera dan yang dipersamakan berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari hukum adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
• Bagi golongan timur asing berlaku hukum masing-masing , dengan catatan bahwa golongan bumi putera dan timur asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada hukum eropa barat baik secara keseluruhan maupun untuk macam tindakan hukum tertentu saja.
Peraturan – peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
• Ordonansi perkawinan bangsa Indonesia Kristen ( staatsblad 1933 bno 7.4 ).
• Organisasi tentang maskapai andil Indonesia ( IMA ) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717.
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara , yaitu :
• Undang-undang hak pengarang ( auteurswet tahun 1912 ).
• Peraturan umum tentang koperasi ( saatsblad 1933 no 108 ).
• Ordonansi woeker ( saatsblad 1938 no 523 ).
• Ordonansi tentang pengangkutan di udara ( staatsblad 1938 no 98 )
Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum
Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula di benua Eropa, terutama di
Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Ramawi, disamping adanya Hukum tertulis
dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu
sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena keadaan hukum di
Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan
sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas
bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang
mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman
hukum. _
Pada tahun 18o4 atas prakarsa Napoleon
terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bemama "Code
Civil des Francais" yang juga dapat disebut "Code Napoleon",
karena Code Civil des Francais ini adalah merupakan sebagian dari Code Napoleon
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil
ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat
dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum
Jemonia dan Hukum Cononiek.
Dan mengenai peraturan - peraturan
hukum yang belum ada di Jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi,
badan-badan hukum. Akhimya pada jaman Aufklarung (Jaman baru sekitar abad
pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang—Undang tersendiri dengan nama
"Code de Commerce".
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh
bangsa Belanda (18o9-181 1), maka Raja Lodewijk Napoleon Menetapkan :
"Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninkrijk Holland" yang isinya
mirip dengan "Code Civil des Francais atau Code Napoleon" untuk
dljadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhimya penjajahan dan
dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des
Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh Karena perkembangan jaman, dan
setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini,
bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengadakan kodifikasi dari Hukum
Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya
BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk
Nasional- Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code
Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948, kedua
Undang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia
berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai sekarang kita kenal dengan nama
KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK
(Wetboek van koophandle).
1.2. Pengertian dan Keadaan Hukum
Perdata di Indonesia
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata
ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam arti
yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai
lawan dari Hukum Pidana
Untuk Hukum Privat materiil ini ada
juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan
sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan
nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum
Perdata Materiil).
Dan pengertian dan Hukum Privat (Hukum
Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur
hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari
masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung
hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam
hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga
dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP
(Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan
pengadilan perdata.
Di dalam pengertian sempit
kadang-kadang Hukumi Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
reference :